selamat tinggal, Renokenongo
Ning dan Sri masih duduk diam diatas tanggul lumpul yang telah mengeras. pandangan mereka menyapu sekeliling yang terlihat hanya lumpur lumpur dan lumpur. Lumpur lapindo yang telah mengering. terlihat atap atap rumah yang tergenang lumpur sudah setahun lebih lumpur memenuhi desa mereka desa Renokenongo. ning dan sri serta puluhan keluarga lainnya harus mengungsi. mereka tinggal di tenda-tenda darurat yang didirikan oleh pemerintah daerah. sekolah mereka juga tenggelam oleh lumpur sehingga mereka saat ini sekolah disebuah pabrik yang tak terpakai lagi.
"lihat itu adalah kampung kita Renokenongo". teriak ning sambil menunjuk. sri tersenyum pahit. "ya desa kita tercinta tempat kita dilahirkan sekarang semua tinggal kenangan". ning menjawab dengan haru. lalu mereka mengumamkan sebuah lagu berjudul DESAKU "desaku yang kucinta, pujaan hatiku, tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku, tak mudah kulupakan, tak mudah bercerai, selalu kurindukan, desaku yang permai". tak terasa mata mereka basah. kemarin malam paman ning yang tinggal disolo datang menemui keluarganya di tenda pengungsian, paman ning bermaksud mengajak ning pindah kesolo. semula ayah ning tidak setuju karena sedang menunggu biaya ganti rugi dari PT LAPINDO BRANTAS. sebuah pengeboran minyak yang bertanggung jawab atas musibah lumpur lapindo itu. namun paman ning terus memaksa untuk memulai kehidupan baru di solo.